Pages

Senin, 12 Desember 2011

Cinta ke Lain Hati

Di sebuah rumah mungil yang halamannya cukup luas, penuh aneka bunga. Dua buah kursi rotan terlihat di teras rumah mungil itu. Rumah mungil yang berpagarkan bunga mawar. Harum bunga mawar yang dihembuskan angin terasa sampai ke relung hati, mendamaikan siapa saja yang menghirupnya. Halaman dengan rumput yang tertata rapi itu kemudian menjadi saksi saat dua pasang mata itu beradu pandang. Sebuah tatapan yang menyimpan kerinduan abadi.
“Sungguh indah rumahmu, tapi aku yakin rumah ini akan lebih indah jika aku boleh berada di sini. Aku juga yakin bunga mawar itu tidak akan berbunga jika bukan aku yang ijinkan menyiraminya setiap pagi…”
Rendy menatap Anita, wanita dengan jilbab putih disampingnya. Kedua insan itu kembali dipertemukan oleh sebuah rasa. Rasa cinta yang pernah pindah ke lain hati. Anita tertunduk, terbayang pertemuan terakhirnya dengan Rendy malam itu di sebuah café.
“Karena Amel lebih membutuhkan keberadaanku. Kamu jauh lebih sempurna dalam segala hal dibanding dia. Sungguh Nit, aku juga tidak bisa membohongi hatiku. Aku begitu takut mengungkapkan semua perasaanku kepadamu. Sejak dulu aku takut. Aku takut karena kamulah satu-satunya wanita sempurna yang pernah ku temui. Jika saja aku bisa mengulang waktu, mungkin aku akan memilih untuk tidak mengenal Amel. Tapi dia lebih membutuhkan aku. Kamu wanita sempurna yang mampu menjaga dirimu sendiri. Kamu mampu menilai mana yang benar dan mana yang salah”, Kata Rendy.
“Bisa diperjelas?” Pinta Anita.
“Amel itu berasal dari pernikahan antar etnis dan antar agama. Dia mengikuti agama papinya yang muslim. Dia membutuhkan aku untuk membimbingnya, walaupun sebenarnya aku sendiri masih sangat jauh dari mengerti apa itu agama. Hati kecilku mengatakan, Amel lebih membutuhkan diriku agar kami bisa belajar bersama. Sementara kamu? Kamu jauh lebih memahami agama dibanding dia. Kamu punya latar belakang agama yang kuat. Aku yakin Allah akan memberikan jodoh yang sepadan denganmu, yang jauh lebih sempurna dibanding diriku.” Tambah Rendy.
Nita terisak sambil menyeka air matanya dengan kedua ujung jari telunjuknya. Rendy menyodorkan tissue. Anita tidak menyambut tissue itu. Entah mendapat kekuatan dari mana, tangan Rendy bergerak pelan mendekata wajah gadis di depannya. Kemudian menyeka air mata gadis itu. Anita tak menepis tangan itu. Tetapi keduanya tak berkata.
Kejadian itu membuat hati Anita remuk redam. Air matanya mengalir deras. Semua mimpinya tentang Rendy benar-benar kandas. Anita memutuskan untuk menenangkan diri di rumahnya. Tetapi sosok Rendy tak juga pergi dari kepalanya. Senyum Rendy terus saja hadir. “Ya Allah, berilah hamba-Mu sedikit pelajaran, bisik hati ini. Mungkin inilah yang dinamakan ujian. Barangkali ujian terberat manusia adalah saat dia merasa kehilangan. Dan kehilangan terberat dalam hidup barangkali adalah ketika seseorang harus kehilangan orang yang dicintainya”.
“Nita…” sapa Rendy membuat Anita kaget. Keduanya kembali beradu pandang, senyum pun lepas. Senyum bahagia terpendam lama di hati keduanya.
“Aku tahu kenapa Allah baru menyatukan kita sekarang.” Kata Rendy setelah duduk di lantai marmer teras rumahnya Emi anak Rendy buah perkawinannya dengan Amel bermain boneka. Sesaat kemudian Rendy mengeluarkan amplop coklat, dengan teliti Anita membacanya. Tetapi belum lagi usai, Anita sudah memeluk Rendy erat. Dia menangis di bahu suaminya.
“Tak usah menangis, Sayang.” Aku akan tetap mencintaimu hingga tanah menjadi batas. Kita sudah punya Emi. Lihat, dia begitu bahagia bersama kita. Dia ada ke dunia ini karena engkau juga ada di sini. Aku mencintainya, juga karena aku begitu mencintaimu.” Rendy berkata lembut lalu memeluk istrinya.
“Aku menangis karena menyesal sempau protes kepada Allah. Dulu aku tak henti bertanya kenapa kamu harus menikah dengan Amel, bukan denganku. Ternyata inilah jawabannya. Pertanyaan yang terpendam bertahun-tahun, kini terjawab sudah. Maha Adil Allah dengan segala takdir-Nya. Aku terlalu terbutu mencela keputusan-Nya. Amel dikirim untukmu lebih dahulu karena ternyata dia wanita yang tidak bisa mempunyai anak. Ya Allah Dzat Yang Maha Agung, ampunilah dosa-dosaku yang tidak mau mengerti takdir-Mu yang begitu indah ini…”
Anita terus menyeka air matanya.

0 komentar:

Posting Komentar